pindahan blog yang terdahulu di frenster, masih tetap berisi karangan, curahan hati, dan "karya ilmiah" sang pemilik.... selamat menikmati, jangan tersinggung ya dan follow @duistjayk untuk konsultasi lebih lanjut...
Minggu, 16 Desember 2012
Sebuah Analogi tentang Proses Audit
Lama berkecimpung di suatu bidang pekerjaan akan membuat anda terbiasa, akan tetapi belum tentu membuat anda menjadi yang terbaik di bidang itu, yahh hal itu biasa akan terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu secara periodik dan berkelanjutan, apakah karena alasan hobi,tugas, atau karena sekdar iseng belaka. hal ini disadari betul oleh penulis, dalam bidang pekerjaan pengauditan misalnya, meskipun telah beberapa kali ditugaskan melakukan audit, akan tetapi tidak menjamin pelaksanaan tugas yang selanjutnya menjadi lebih benar dan bermakna, lebih cepat mungkin iya, karena dari waktu ke waktu pasti memori mengenai step by step pelaksaan pekerjaan telah diketahui, akan tetapi terkadang esensi dan substansi dari pekerjaan tersebut belum benar-benar dimengerti, sehingga walaupun akhirnya pekerjaan tersebut selesai juga, di dalam otak masih terdapat berbagai pertanyaan yang seharusnya sudah hilang tatkala pekerjaan selesai. okelah, alhamdulillah atas berkah Allah subhanahu wa taala, yang kemudian menakdirkan adanya program pendalaman dan penglanjutan kuliah akhirnya penulis mendapatkan sebuah kesempatan berharga lagi untuk memperbaiki kapabilitas dan berbagai skill yang harus dikuasai oleh seorang pemeriksa dengan baik.
salah satu hal yang akhirnya dapat penulis pelajari lagi di umur dewasa setelah dahulu kebanyakan tidak berkonsentrasi di waktu remaja adalah bidang pengauditan, entah bagaimana implementasi pengauditan di dunia kerja, waktu itu penulis kadang berpikiran seperti itu, nah secara ilmiah Wikipedia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan audit adalah “an evaluation of a person, organization, system, process, enterprise, project or product. The term most commonly refers to audits in accounting, but similar concepts also exist in project management, quality management, water management, and energy conservation.” oke, mari kita batasi term audit di sini di bidang akuntansi sehingga didapatkan pengertian yang lebih spesifik lagi yaitu “Financial audits are performed to ascertain the validity and reliability of information, as well as to provide an assessment of a system's internal control. The goal of an audit is to express an opinion of the person / organization / system (etc.) in question, under evaluation based on work done on a test basis”
Pengertian di atas adalah pengertian secara umum, ilmiah, dan akrab di telinga para akuntan dan auditor kelas teri sampai kelas dewa, tapi bagaimana memberikan pemahaman mengenai auditing terhadap seorang newbie accounting freak atau bahkan masyarakat awam pada umumnya?? well, seorang yang ahli di bidangnya tentu memiliki cara yang mudah untuk menerangkan sesuatu yang sulit kepada seorang newbie dengan cara yang mudah, begitu gambaran yang ideal, so bagaimanakah pemberian pengertian yang mudah tersebut? salah satu caranya adalah dengan menggunakan analogi secara umum atau familiar kepada objek pembelajar.
salah satu dosen penulis yang budiman pada suatu masa perkuliahan memberikan sebuah analogi tentang proses auditing dengan contoh yang amat sangat gamblang dan mudah diingat. objek analogi tersebut adalah wanita, dicontohkan bahwa ada beberapa orang lelaki yang sedang dalam proses mencari istri yang terbaik untuk dirinya, dan diketahui juga ada seorang wanita berinisial W yang sedang dalam proses yang sama, berdasarkan perkenalan dan pengumpulan data tentang W diketahui bahwa W memiliki karakteristik; cantik, sholihah, kelas ekonomi menengah, berpendidikan S1, tetapi sekaligus juga pemarah, tidak pandai memasak, dan sering mendengkur dalam tidurnya.
maka evaluasi pun dilakukan oleh tiga orang lelaki (LA, LB, dan LC) di sini, LA menilai bahwa W adalah W yang ideal untuk dijadikan istri, hanya saja dia menganggap sifat pemarah W adalah salah satu poin yang tidak bisa diterima dengan mudah, mengingat LA memiliki sifat kalem, rendah hati, dan supel maka LA menganggap sifat pemarah W adalah sesuatu yang fatal sehingga LA batal meminang W. Lelaki yang kedua LB tidak begitu mempermasalahkan sifat pemarah dan tidak pandai memasak W, hal ini dikarenakan W sendiri juga kadang tidak bisa mengontrol emosi dan berniat bersama-sama memperbaiki keadaan mental bersama W apabila mereka berumahtangga, dan karena LB cukup kaya, masalah masak-memasak bisa diserahkan kepada pembantu, however, LB tidak meneruskan lamaran karena W diketahui suka mendengkur, LB kurang suka terhadap hal ini, walaupun sebenarnya LB menganggap hal itu tidak terlalu bermasalah,. kemudian lelaki yang ketiga LC, adalah seorang yang berbadan tegap, pemberani akan tetapi lembut hatinya, baginya tidak masalah sifat pemarah W karena dia merasa akan dapat mengantisipasinya di masa berumah tangga, begitu juga dengan kurangnya keahlian memasak, dan mendengkur W, yang dalam pikiran LC akan dapat ditolerir dan hilang apabila saling mengerti dan mengkondisikan. akhirnya Lc pun menikahi si W.
Analogi tersebut kemudian dibawa ke ranah keilmuan, di bidang audit akuntansi sebagaimana disinggung di depan. bapak dosen mengatakan apabila ketiga lelaki diandaikan sebagai auditor public dan si W sebagai entitas bisnis auditan, dapat disimpulkan bahwa masing-masing KAP akan memberikan opini atas laporan atau proses bisnis entitas W secara berbeda-beda. KAP LA akan memeberikan opini Tidak Wajar terhadap W karena menganggap ada sesuatu yang janggal dan besar secara materialitas dalam apa yang dilaporkan si W, kemudian KAP LB dapat beropini Wajar dengan Pengeculian karena menganggap apa yang dilaporkan W memiliki beberapa pengecualian/masalah yang menurut KAP LB tidak cukup signifikan sehingga tidak merubah penilaian atas W secara keseluruhan, kemudian KAP LC akan berpendapat semua yang dilaporkan oleh W sudah wajar dan tidak ada masalah yang material sehingga KAP LC beropini atas W dengan opini Wajar tanpa Pengecualian.
Analogi yang diberikan oleh bapak dosen tersebut memudahkan para pembelajar memahami proses audit dan pemberian opini dengan mudah, hanya saja TERDAPAT KELEMAHAN dan BISA MENGAKIBATKAN SALAH PEMAHAMAN atas proses audit di dunia nyata. di dunia nyata pemeriksaan atau audit, para auditor memakai berbagai pedoman atau standar akuntansi seperti PSAK, PSAP, dan peraturan lainnya dalam mengaudit dan beropini atas entitas, apabila analogi di atas dipakai maka seakan-akan proses audit dipahami sebagai sebuah proses yang tidak similar atau berbeda-beda tergantung pertimbangan masing-masing tim auditor, padahal idealnya semua auditor memakai pedoman dan prosedur yang sama tatkala mengaudit sebuah entitas. memang TERDAPAT PENGECUALIAN misalnya ketika terjadi sebuah masalah yang dilaporkan oleh entitas yang tidak atau belum diatur dalam berbagai pedoman akuntansi sehingga para auditor harus memakai penilaiannya secara subjektif atau biasa disebut dengan professional judgment , akan tetapi judgment auditor pun seharusnya didasarkan pada kerangka konseptual atau prinsip-prinsip akuntansi mendasar yang sama sehingga judgment yang dihasilkan seharusnya tidak terlalu berbeda jauh. PERBEDAAN JUDGMENT memang bisa saja terjadi di antara auditor, dikarenakan perbedaan masa tugas dan pengalaman yang akhirnya memberikan cara kerja, judgment, tanggapan, dan perlakuan yang berbeda dalam menyikapi suatu masalah yang sama yang terjadi pada sebuah entitasauditan.
yahhh, seperti itulah sebuah analogi yang diharapkan dapat membantu para newbie dan masyarakat umum memahami proses audit di awal-awal tingkat pembelajaran, hanya saja analogi tersebut tetap saja harus disesuaikan dengan berbagai pemahaman standar dan rumus dasar dalam akuntansi dan auditing. selanjutnya apakah hasil audit atau opini yang baik selalu menjamin tidak adanya penyimpangan, fraud, atau, cooruption dalam sebuah entitas, ?? well hal ini akan dijawab dan dijelaskan pada kesempatan yang lain, karena sudah merupakan materi auditing tingkat menengah,, see yaa in next journal all dear newbie and expertian !!! :D and dont forget to follow @duistjayk
Label:
akuntansi,
auditing,
auditor,
entitas,
fraud,
materialitas,
opini,
professional judgment,
standar akuntansi
Lokasi:
Surakarta, Indonesia
Rabu, 19 September 2012
Tentang Pernyataan Balzac (Antithesis dan atau Tafsir Alternatif)
Novel Godfather karangan Mario Puzzo yang terkenal itu di buka oleh sebuah pernyataan dari Balzac yang berbunyi “ In every great fortune there is a crime” . Balzac yang merupakan seorang novelist and playwright itu mungkin mengatakan hal itu berdasarkan pengalaman dan jalan hidupnya. In every great fortune there is a crime secara bahasa dapat diartikan sebagai “dalam setiap keberuntungan/kesuksesan besar terdapat kejahatan”. Ketika membaca dan kemudian memikirkan hal ini, dalam hati saya merasa keberatan dan menyimpan sebuah rasa ketidaksetujuan, karena dari pengalaman dan pandangan pribadi saya merasa hal itu tidak sepenuhnya benar. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tahu bahwa kejahatan, kecurangan, atau kriminalitas tidak selalu berada di belakang keberuntungan seseorang atau kekayaannya yang berlimpah, bisa saja berasal dari kerja keras atau memang keberuntungan yang dianugrahkan dari langit. Sebaliknya kecurangan dan kejahatan bisa muncul di balik sebuah kesialan atau kekurangan yang besar yang bisa sampai melelahkan atau melilit seseorang atau sekelompok orang sebagai hubungan sebab akibat dari kecurangan yang telah dilakukan. Pada dasarnya kecurangan, penyimpangan,atau kejahatan adalah sebuah perlakuan, perbuatan atau pernyataan yang menolak, berseberangan dan atau melawan kebenaran, atau kepastian dan kekuatan dari sebuah hukum atau postulat yang bersifat hakiki atau benar secara objektif dan berterima umum.
Dikarenakan sifat dasarnya itulah maka hasil dari kecurangan atau kejahatan pada sebagian besar kasus adalah keuntungan yang ekstrim yang diharapkan akan terjadi pada diri pelaku, kelompok pelaku, atau pihak yang diinginkan oleh sang pelaku. Pernyataan Balzac akan menjadi benar ketika perilaku curang atau jahat tersebut sukses tanpa halangan tanpa ada yang menghalangi terjadinya hal tersebut.
Akan tetapi sebagaimana kita tidak dapat menebak mata dadu berapa yang akan muncul ketika bermain, sebagus dan serapi apapun scenario negative yang dibuat selalu mempunyai kemungkinan untuk terungkap, seberapapun kecilnya kemungkinan tersebut. Ketika terungkap itulah maka kemungkinan besar si pelaku akan mengalami kesulitan atau permasalahan akibat perilakunya tersebut. Pada akhirnya selalu ada kemungkinan si pelaku akan mendapat hukuman dari perbuatan tersebut yang mengakibatkan si pelaku terjerumus ke dalam kesialan atau hukuman yang berat.
Mungkin Balzac yang lahir dan besar di Prancis menyatakan hal tersebut karena pengalaman hidup dan pandangannya berkaitan dengan berbagai peristiwa yang terjadi di sekelilingnya.
Adapun tafsiran alternatif dari pernyataan Balzac tersebut adalah dengan adanya kondisi pendukung tertentu dan bersifat special pada diri pelaku kejahatan, yang bisa berupa berlimpahnya harta benda atau kedekatan dengan pemilik kekuasaan.uang bagaimanapun juga adalah benda “sakti” yang sampai batas tertentu bisa menjungkirbalikkan fakta, serta konsekuensi yang seharusnya terjadi. Uang akan mempunyai kekuatan seperti itu ketika terdapat satu lagi kondisi istimewa beruparusaknya moral dan perilaku orang-orang yang berwenang sebagai penegak hukum, dengan menggunakan instrumen “uang” sebagai factor pengalihan dan penjungkirbalikan kebenaran maka si pelaku akan selamat dan kembali pada kehidupannya yang sejahtera seperti semula.
Akan tetapi kondisi khusus “keberlimapahan uang” serta “kerusakan moral penegak hukum” kembali akan gagal jika ada satu lagi kondisi khusus, yaitu “kemauan politik mayoritas” atau “kemauan kekuasaan yang berwenang” yang menginginkan si pelaku kejahatan karena telah terkenal busuknya memaksa untuk dijatuhi hukuman. Ketika kondisi khusus yang terakhir ini kuat dan mampu menyetir keadaan , maka si pelaku dan bahkan beserta para penegak hukum yang korup akan terjebak dalam kesulitan, menghilangkan kesejahteraan yang mungkin mereka nikmati sebelumnya.
Walau bagaimanapun juga Balzac tidak sepenuhnya salah, hanya saja terdapat berbagai kondisi khusus yang harus ada dan yang harus tiada dalam rangka mewujudkan pernyataan tersebut, sebagaimana terjadi di negeri ini, di saat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)