Sabtu, 10 Desember 2011

Lelakon : Rapat Perang Bala Kurawa

Alkisah, dalam sebuah lakon yang jarang diketahui oleh para dalang pakem atau carangan di dataran tanah jawa, pada suatu hari di waktu pagi menjelang siang di aula istana hastinapura duduk sang raja yang bergaya adidaya tanpa tandingnya, Raden Duryudana, sulung adri seratus kurawa yang terkenal keras kepala dan digdaya, di sampingnya duduk bersila di lantai beralaskan karpet kerajaan, Raden Lesmana Mandrakumara putra mahkota yang sombong, tinggi hati akan tetapi sebenarnya lemah, berkepala angin dan tidak mempunyai kesaktian sedikitpun, kemudian di depan mereka, di samping sebelah kiri duduk bersila sang guru besar Pandawa dan Kurawa, Begawan Durna yang sakti mandraguna, sang brahmana yang ahli perang dan expert dalam masalah memegang semua senjata. Kemudian di samping Durna tidak salah lagi duduk juga sang Patih Hastina yang mengangkat dirinya sendiri, Patih Arya Sangkuni, yang penuh tipu daya dan licik, paman Duryudana yang sering dianggap sebagai biang kerok permusuhan pandawa dan Kurawa. Disi lainnya duduk adik-adik dari Duryudana, beberapa orang terkemuka dari kaum kurawa bersaudara, yang pertama tentu saja Raden Dursasana, ngomongnya gaduh dan kasar, congkak serta amoral, seperti tipikal kurawa pada umumnya. Kemudian duduk juga Adipati Karna, ksatria saudara gelap Pandawa yang lebih setia pada Duryudana daripada adik-adiknya sendiri, Adipati Karna sang andalan perang kaum kurawa, begitu setia dia kepada sang raja Duryudana. Hadir juga Raja dari kerajaan Mandraka, Prabu Salya, Ksatria sekaligus mertua dari Duryudana. Jauh agak di luar lingkaran para pembesar ini duduk adik-adik kurawa, Durjaya, Citraksa, Citraksi, Durmagati,, kemudian Bambang Aswatama, dan si setengah raksasa Burisrawa.

Rupanya siang itu aula kerajaan di pakai untuk membahas strategi perang keluarga kurawa menjelang perang besar bharatayuda melawan keluarga Pandawa demi memperebutkan tahta kerajaan Hastinapura, perang besar yang akan dipenuhi laga antar pahlawan andalan dan sakti dari masing-masing pihak, clash of the titans di dunia pewayangan..
Duryudana : “Para Pembesar dan keluarga Kurawa sekalian sebagaimana kita ketahui, rapat ini kita adakan untuk membahas strategi perang melawan pendawa yang akan terajdi beberapa hari lagi di padang kurusetra, kira-kira apakah ada susulan dari sekalian kerabat kurawa untuk menghadapi mereka”
Sangkuni : “hehehehe, dimas Duryudana anakku, jangan terlalu tegang lah, seudah jelas banyak ksatria hebat di pihak kita, begitu juga ribuan prajurit dari hastina serta negara koalisi yang mengikuti dimas ini.. hehehe…”
Durna : “Betul itu perkataan adi cuni, nakmas Duryudana, dengan para ksatria kita, kita pakai saja startegi, blitzkrieg a la jermania dulu ketika melawan perangcis, pasti rontok mereka.. “
Dursasana : “wahahahahaha,, hohoho,, betul itu kangmas duryudana, kita libas mereka pake strategi bliskrik, eh apa itu tadi paman guru Durna ?, kok aku ora mudeng arti bliskring itu,, wahahaha hohoho..”
Salya : “bagaimanakah pelaksanaan dari strategi blitzkrieg itu Begawan Durna, biar kita bisa sepakat dan segerakan dalam peperangan kelak, meskipun aku rasa pandawa tidak lah mudah untuk dikalahkan,,,”
Durna : “Blitzkrieg berarti serangan kilat wahai kerabat kurawa sekalian, artinya kita gempur dengan cepat dan deras mereka, bisa dengan memakai formasi tempur garuda ngleyang atau kebo nyeruduk dengan menempatkan para satria andalan seperti Dimas Karna, Prabu Salya atau siapa lagi di depan formasi pasukan tersebut..”
Karna : “sendhika dawuh bapa guru, jika itu adalah yang terbaik, ..”
Durna : “kemudian setelah barisan mereka terbelah bisa kita hancurkan dengan serangan sayap yang bisa dipimpin oleh Burisrawa dan juga anakku Bambang Aswatama,”
Duryudana : “usulan yang bagus bapa guru, akan tetapi berarti kita akan menggempur memakai kuda-kuda terbaik hastina, lalu juga pasukan gajah di belakangnya,..??”
Durna : “ bisa juga begitu raden, karena gajah memiliki power yang besar tapi kurang kecepatan,, mereka bisa menjadi kekuatan pemukul di belakang formasi garuda ngleyang,,”
Burisrawa : “ sendhiko raden ,, lalu di manakah saya bisa bertarung agar bisa segera menghajar si bima kunting, Setyaki yang kemaki itu.. ?? wahahahaha”
Durna : “ kalian bisa berada di sayap sayap pasukan burisrawa, karena sayap yang kuat adalah keukuatan dari formasi perang capit urang,, jadi kita akan kuat di tiga sektor tersebut..”

Sangkuni : “hehehehe, sepertinya habisnya pandawa tinggal menunggu waktu saja kakang Durna, Dimas Duryudana..”
Duryudana : “ akan tetapi kerabat kurawa sekalian mereka juga ada serangan udara semacam Pesawat pembom stuka jermania, di pihak mereka ada Gathutkaca yang bisa terbang dan mengancam pasukan kita, kemudian ada bocah mbalelo fire bender Bambang Wisanggeni, serta satria Jangkarbumi raja para ular si Antareja itu.. “
Sangkuni : “ hehehehe., bukankaj di sini ada sang pemegang Panah Kunto, Adipati Karna, tinggal shoot aja itu Gathutkaca, habis lah dia, kemudian menurut info yang aku dengar dimas, para dewa di kahyangan jonggringsaloka tidak akan mengizinkan baik Wisanggeni atau Antareja untuk ikut berperang dengan kita,, bahkan kurasa Kresna pun tahu itu dimas,, hehehehe”
Duryudana : oh begitukah paman Sengkuni, kalau iya, berkuranglah kekuatan mereka, dan dekatlah kemenangan kurawa atas Hastina,, hahaha”
Lesmana : “asyiik kalo begitu aku bisa jadi raja terus setalah bapa ya ?? hahahaha,, asyiikk”
Durna : “akan tetapi memang nampaknya tidak semudah yang aku sangka untuk menang dari Pandawa Dimas, mengingat di sana kelima anak muridku itu pun saktinya mandraguna seperti setengah dewa,, huufftt”
Lesmana : “enggak bisa ya kalo kita minta bantuan Batari Durga biar membantu kita dengan pasukan lelembutnya biar kita menang..”
Tiba-tiba dari luar aula datang sesosok yang tidak begitu asing lagi, Raden Jayadrata, ksatria kurawa suami dari satu-satunya perempuan kurawa Dewi Dursilawati, masuk sambil tergopoh-gopoh dan segera mengikuti rapat.
Duryudana : “hai Jayadrata dari manakah engkau dimas, kenapa telat dan terburu-buru begitu ?”
Jayadrata : “maafkan saya raden, saya tadi pergi sebentar memantau medan perang kurusetra, saya ingin memastikan dan melihat kondisi lapangan perang tersebut Raden,, “
Sangkuni : “santai saja nakmas Jayadrata, kita pasti menang melawan mereka,, hahahaha”
Jayadrata : “semoga saja begitu paman Sengkuni, kita harus mebela kerajaan dan kehormatan marga keluarga Kurawa”
Duryudana : “baiklah kalo memang begitu, kita sela dulu rapat ini, hari sudah siang, alangkah baiknya kalau kita makan dulu kemudian beristirahat, rapat bisa kita lanjutkan di malam hari nanti..”
Durmagati, yang sedari tadi diam saja tiba-tiba menyela, “eh kangmas Duryudana yang saya hormati, bagaimana kalau..”
Duryudana : “kalau opo dimas Durmagati?”
Durmagati : “ bagaimana kalo kita ndak usah perang saja, Pendhowo itu kan yo sodara kita juga, kita bagi aja apa kerajaan Hastinapura ini seperti yang diminta sama Puntadewa itu..”
Duryudana : “hah? Opo? Ora sudi aku dimas, mendingan aku mati wae daripada berbagi kerajaan dengan Pendawa itu..”
Sangkuni : “bener kata Kakangmu itu Durmagati, Raden Duryudana adalah pewaris sejati dari kerajaan Hastina, mana bisa berbagi seperti itu, kowe iki ana-ana wae,, durmagati..”
Durmagati : “ alah yo uwes lah nek gitu,, kita ini kan bisa gak usah repot-repot adu nyawa sama mereka,, lhadalaaahh..”

Dan demikianlah rapat perang Kurawa menjelang Baratayudha, kelak di perang tersebut mereka akan kalah dan merasakan akibat dari kesombongan dan angkara murka. Kejahatan tidak akan pernah menang dari kebaikan dan kejujuran, kalaupun kejahatan kadang ada di atas kebenaran, maka hal itu tidaklah akan selamanya dan hanya sebentar saja…

(bersambung ke : Lelakon – lelakon Baratayudha yang lainnya ; gambar diambil dari website pewayangan) by @dwizztyo