Kapal luar angkasa enterprise yang ada di film khayalan star trek pernah menjadi tempat tiga fisikawan terkenal,Isaac Newton, Einstein , dan Stephen hawking untuk bertemu dan berdiskusi tentang teori-teori terkait gravitasi. Tiga tokoh nyata yang berbeda generasi ini dipertemukan secara imajiner di meja poker geladak kapal, sambil menikmati hidangan yang disajikan oleh data, si operator kapal.
Mari beralih ke hal yang lain, ilmu ekonomi misalnya. Sebagai salah satu major education yang berkembang dari masa ke masa. Ilmu yang satu ini juga tidak terlepas dari perkembangan, tesis-antitesis, kritik, dan revolusi teoritis yang radikal. Saya sendiri sampai dibuat pusing jikalau harus semalam suntuk belajar ilmu ekonomi baik dari aspeknya yang mikro, sampai yang makro, grafiknya yang naik turun ala pegunungan dan lembah,
atau istilah-istilah kuno yang masih terus dipakai karena EYDnya masih EYD era perjuangan tahun 45. Akan tetapi kepusingan itu bisa pudar manakala berlembar-lembar fotokopian soal & jawaban berlabel “ kisi-kisi maknyus’ telah datang dibawakan oleh teman dan teronggok di ujung kamar. Soal yang besok keluar kemudian bisa dengan mudah dijawab, yang gak sesuai dengan fotokopian ya mau tidak mau harus dijawab dengan argumentasi kita sendiri yang kelihatannya ilmiah tapi sejatinya tidak masuk akal secara logika dan berbelit-belit tidak jelas ujung pangkalnya.
Ujian teori-teori ekonomi dari yang kiri seperti komunis-sosialis sampai yang kanan atau ultra kanan seperti kapitalisme-liberalis, seharusnya bisa diatasi dengan cara belajar secara hapalan. Akan tetapi metode hapalan yang jelek dan tidak merasuk hanyalah transformasi dari metode “penginapan ilmu semalam” yang erat kaitannya dengan stigma ‘masuk kuping kanan keluar kuping kiri’. Bagaimanapun juga setelah masa ujian lewat maka otak beberapa mahasiswa kemudian akan di format atau di install ulang dan kemudian direstart. Sehingga kosong lagi lah ‘harddisk’ otak kiri dengan materi-materi ujian dan istilah-istilah futuristic yang sempat menghiasi sel-sel abu-abu (meminjam istilah Hercule Poirot, detektif rekaan Agatha Christie) saya. Makanya, ketika ditanya terkait masalah ekonomi yang paling update seperti krisis global di amerika atau perkara neoliberalisme vs ekonomi kerakyatan. Saya Cuma bisa tersenyum-senyum menunda kata2 “tidak tahu” agar tidak mengeluarkan statement yang menyesatkan orang lain.
Terkait masalah neoliberalisme misalnya, gabungan kata neo dan liberal ini sepertinya sudah banyak disalahartikan oleh pihak2 yng tidak tau atau yang memang berkepentingan tertentu. Neoliberal dikatakan berangkat dari 10 konsepsi di Washington yang disusun melihat perkembangan dunia secara keseluruhan dan beberapa negara berkembang khusus, di mana keadaan ekonominya masih morat-marit, apabila keadaan ini terus berlangsung mau tidak mau negara2 kaya seperti yang terkumpul di G8 akan terkena imbasnya juga, maka disusunlah beberapa rekomendasi ekonomi yang diperuntukkan bagi negara2 berkembang. Di antara 10 butir konsepsi, yang paling berat ditentang oleh kaum nasionalis adalah poin tentang privatisasi industri negara yang strategis dan poin tentang liberalisasi pasar. Dan memang protes akan semakin berkembang apabila kebijakan yang terkait dikembangkan secara serampangan dan berakhir dengan kegagalan. Orang kemudian menjadi alergi akut apabila mendengar kata neolib yang secara salah kaprah dihubungkan dengan era kediktatoran rezim Pinochet di chile yang memakai represi politis untuk melindungi inflasi dan kebebasan ekonomi pasar.
Rezim seperti ini, yg di kemudian hari dikenal sebagai kaum monetaris dikritik dan dianggap oleh gerakan ekonomi kiri sebagai kembalinya gerakan penganut laizzes-faire ala adam smith yang membawa nilai-nilai kapitalisme yang murni. Ah saya sendiri juga kurang mengerti….
Beralih ke terminologi ekonomi kerakyatan, di Indonesia istilah ekonomi kerakyatan atau ekonomi pancasila terkait dengan apa yang digagas oleh seorang Indonesia, yaitu Mubyarto setelah melalui sebuah diskursus panjang dengan berbagai kalangan di sebuah kampus di kota gudeg. Apa sebenarnya yang dikehendaki dengan ekonomi yang kerakyatan, apakah kemudian rakyat akan diberi modal besar, akses luas, dan kebebasan yang tidak terikat dalam bergerak di bidang ekonomi ? atau kah akan diambil beberapa poin dari teori ekonomi yang kekiri-kirian ala karl Marx untuk kemudian dimodifikasi dan diimplementasikan di republik ini ? atau bagaimana ? saya sendiri juga nggak ngerti..
Mungkin apabila pertemuan khayalan seperti yang terjadi di geladak kapal enterprise di atas bisa benar-benar dilakukan, ada baiknya mengumpulkan sejumlah teoritisi ekonomi dunia untuk berdialog, kita panggil kakek adam smith, kakek malthus, bang karl marx, serta pak lik John M. Keynes, Werner sombart, dan pak Milton friedman untuk berdiskusi, berdebat, atau kalau perlu adu jotos. Karena teori-teori merekalah yang dipakai sebagai landasan fundamental di beberapa negara dunia yang berpengaruh. Mungkin Keynes akan mencibir marx dengan berkata “ teorimu itu benar2 jelek dan tidak sesuai dengan kodrat manusiawi.. kesetaraan yang ekstrim tidak bisa dan tidak alami untuk diberlakukan di zaman modern indusrti sekarang ini, lagipula secara ilmiah teorimu salah…"
dan kemudian Marx menjawab “ bukankah teorimu sendiri juga salah john, kaum monetaris yang memodifikasi gagasanmu akhirnya kembali juga ke fundamen2 dari kapitalisme yang kejam, monetarisme hanyalah kapitalisme yang memakai tutupan…”
dan kalau abang penjual ketoprak asal tegal, asli native speaker bahasa jawa ngapak yang sering lewat di depan kost mendengar, ia mungkin berkomentar “sebenarnya apa yang mereka omongkan, apa bisa membuat wong cilik seperti saya menjadi lebih baik ?” hahaha,, sudahlah saya sendiri juga tidak tahu bang..


Ujian teori-teori ekonomi dari yang kiri seperti komunis-sosialis sampai yang kanan atau ultra kanan seperti kapitalisme-liberalis, seharusnya bisa diatasi dengan cara belajar secara hapalan. Akan tetapi metode hapalan yang jelek dan tidak merasuk hanyalah transformasi dari metode “penginapan ilmu semalam” yang erat kaitannya dengan stigma ‘masuk kuping kanan keluar kuping kiri’. Bagaimanapun juga setelah masa ujian lewat maka otak beberapa mahasiswa kemudian akan di format atau di install ulang dan kemudian direstart. Sehingga kosong lagi lah ‘harddisk’ otak kiri dengan materi-materi ujian dan istilah-istilah futuristic yang sempat menghiasi sel-sel abu-abu (meminjam istilah Hercule Poirot, detektif rekaan Agatha Christie) saya. Makanya, ketika ditanya terkait masalah ekonomi yang paling update seperti krisis global di amerika atau perkara neoliberalisme vs ekonomi kerakyatan. Saya Cuma bisa tersenyum-senyum menunda kata2 “tidak tahu” agar tidak mengeluarkan statement yang menyesatkan orang lain.
Terkait masalah neoliberalisme misalnya, gabungan kata neo dan liberal ini sepertinya sudah banyak disalahartikan oleh pihak2 yng tidak tau atau yang memang berkepentingan tertentu. Neoliberal dikatakan berangkat dari 10 konsepsi di Washington yang disusun melihat perkembangan dunia secara keseluruhan dan beberapa negara berkembang khusus, di mana keadaan ekonominya masih morat-marit, apabila keadaan ini terus berlangsung mau tidak mau negara2 kaya seperti yang terkumpul di G8 akan terkena imbasnya juga, maka disusunlah beberapa rekomendasi ekonomi yang diperuntukkan bagi negara2 berkembang. Di antara 10 butir konsepsi, yang paling berat ditentang oleh kaum nasionalis adalah poin tentang privatisasi industri negara yang strategis dan poin tentang liberalisasi pasar. Dan memang protes akan semakin berkembang apabila kebijakan yang terkait dikembangkan secara serampangan dan berakhir dengan kegagalan. Orang kemudian menjadi alergi akut apabila mendengar kata neolib yang secara salah kaprah dihubungkan dengan era kediktatoran rezim Pinochet di chile yang memakai represi politis untuk melindungi inflasi dan kebebasan ekonomi pasar.

Beralih ke terminologi ekonomi kerakyatan, di Indonesia istilah ekonomi kerakyatan atau ekonomi pancasila terkait dengan apa yang digagas oleh seorang Indonesia, yaitu Mubyarto setelah melalui sebuah diskursus panjang dengan berbagai kalangan di sebuah kampus di kota gudeg. Apa sebenarnya yang dikehendaki dengan ekonomi yang kerakyatan, apakah kemudian rakyat akan diberi modal besar, akses luas, dan kebebasan yang tidak terikat dalam bergerak di bidang ekonomi ? atau kah akan diambil beberapa poin dari teori ekonomi yang kekiri-kirian ala karl Marx untuk kemudian dimodifikasi dan diimplementasikan di republik ini ? atau bagaimana ? saya sendiri juga nggak ngerti..
Mungkin apabila pertemuan khayalan seperti yang terjadi di geladak kapal enterprise di atas bisa benar-benar dilakukan, ada baiknya mengumpulkan sejumlah teoritisi ekonomi dunia untuk berdialog, kita panggil kakek adam smith, kakek malthus, bang karl marx, serta pak lik John M. Keynes, Werner sombart, dan pak Milton friedman untuk berdiskusi, berdebat, atau kalau perlu adu jotos. Karena teori-teori merekalah yang dipakai sebagai landasan fundamental di beberapa negara dunia yang berpengaruh. Mungkin Keynes akan mencibir marx dengan berkata “ teorimu itu benar2 jelek dan tidak sesuai dengan kodrat manusiawi.. kesetaraan yang ekstrim tidak bisa dan tidak alami untuk diberlakukan di zaman modern indusrti sekarang ini, lagipula secara ilmiah teorimu salah…"

